Perdukunan vs globalisasi
Perdukunan adalah istilah penghinaan yang digunakan
untuk menggambarkan praktik non medis ujungnya penipuan. Perdukunan merupakan
kepura-puraan keterampilan non medis atau orang yang berpura-pura sebagai
seorang ahli profesional, memiliki pengetahuan atau kualifikasi pada beberapa
bidang keahlian, padahal dia tidak memiliki dan merupakan Seorang penipu. Kecenderungan manusia adalah
tidak merasa nyaman berada dalam keadaan bingung terlalu lama. Terutama
jika menyangkut kebingungan untuk memutuskan sesuatu yang menyangkut masa
depannya dan dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit. Untuk mendapatkan
kepastian yang bisa dipakai dasar untuk memutuskan kadang menempuh jalan
singkat melampaui batas penalaran sehat.
Ketidak-pastian masa depan itu disebabkan oleh banyak hal.
System yang ada di lingkup sosial tidak memberinya jalan keluar. Usaha
riil dianggapnya telah buntu karena terbatasnya sumber pendukung yang
diperlukan. Misalnya keadaan finansial yang terbatas, tidak didapatkannya dukungan
moral dari orang terdekat, keterbatasan kemampuan diri yang tak mungkin diubah
secara cepat, cara pikir yang kurang matang, pengetahuan yang minim, pengalaman
hidup yang kurang luas dan sebagainya. Kita tidak bisa begitu saja menyalahkan
orang-orang yang terjebak pada fenomena perdukunan. Batas antara rasionil dan
irasionil begitu kabur bagi orang-orang yang terdesak keadaan. Wajarlah kalau
mereka akhirnya terperosok dalam daerah remang-remang tersebut.
Orang
yang melakukan perdukunan biasanya tidak sendiri, mereka biasanya terdiri dari
beberapa orang merupakan satu TIM yang modus operasinya adalah penipuan. Untuk
mencari mangsa ada orang-orang yang bertindak sebagai orang yang mempromosikan
bidang keahlian si dukun itu, padahal promosinya omong kosong dan penipu. Jika
ada mangsa yang sudah masuk perangkap maka mulai diadakan perjanjian untuk
pergi ke rumah sang Dukun. Dengan trik perdukunan si Mbah Dukun bisa menebak
isi hati dan kemauan pasien, inilah salah satu penipuan yang bisa menjatuhkan
martabat Dukun yang asli.
Pada
mulanya Dukun adalah orang-orang penolong tanpa pamrih. Dengan adanya Penipu
yang menyamar sebagai Dukun ini maka dikenalah istilah Perdukunan yang nilainya
negatif di masyarakat luas yaitu diasosiakan sebagai Seorang penipu.
Untuk
menipu mangsanya biasanya menawarkan zimat maupun benda-benda bertuah yang
harganya mahal, padahal ini merupakan tata cara penipuan yang halus jalannya.
Ada juga penipu yang menyamar sebagai orang yang taat beragama dan dengan
TIM-nya itu sebenarnya merupakan Penipu-penipu yang menyamar sebagai
orang-orang taat beragama, ini juga sebenarnya Perdukunan yang berada pada
jalur agama. Cara menipunya dengan minyak wangi yang harganya jutaan rupiah dan
bahkan ada yang sampai ada minyak wangi yang harganya sampai diatas sepuluh
juta rupiah padahal isinya cuman sedikit dengan botol khusus ukurannya kecil.
Sementara di Indonesia fenomena klinik
dan supernatural malah menemukan ladang subur. Tidak ada organisasi yang
secara langsung berusaha mengajarkan masyarakat untuk berpikir dengan
menggunakan rasio. Cara berpikiran rasionil diserahkan pada institusi resmi
pemerintah lewat lembaga pendidikan. Padahal lembaga pendidikan hanya bersifat
rasional keilmuan dan tidak sepenuhnya memberi bekal cara pikir rasionil dalam
menghadapi fenomena hidup keseharian.
Di era reformasi dan Globalisasi dunia politik dan pemilihan umum mengikut sertakan dukun di dalamnya. Meski perkembangan
ilmu pengetahuan begitu pesat, bagi pencari untung tetap saja ke para dukun
untuk sekadar membangun rasa percaya diri sebelum pelaksanaan pemilu. Boleh
saja tingkat elektabilitas calon dan partai rendah dari berbagai hasil survei.
Namun ucapan dan nasihat sang dukun seperti nubuat tertanam dalam alam sadar
sang pasien.
Politikus dari Partai Gerakan
Indonesia Raya (Gerindra) Permadi mengakui hal itu. Bahkan, Permadi menuturkan
perdukunan politik di Indonesia sudah menjamur hingga semua level politik.
"Mulai dari pemilihan lurah sampai presiden selalu ada calon menemui dukun
atau orang dianggap memiliki kekuatan spiritual," katanya ketika dihubungi
merdeka.com
melalui telepon selulernya Kamis pekan lalu.
Permadi menilai pertemuan dunia politik dan perdukunan terkait budaya dan cara menghormati alam. Namun bagi Permadi, konsultasi calon ke dukun sudah dianggap lumrah. Meski begitu, kepercayaan dan konsultasi kepada dukun untuk menaikkan tingkat elektabilitas adalah pilihan masing-masing. Dia menjelaskan kadang ada orang-orang tertentu sengaja sok tidak percaya dengan perilaku itu. "Kadang kita munafik dengan perilaku itu dan pura-pura tidak tahu," ujar Permadi.
Permadi menilai pertemuan dunia politik dan perdukunan terkait budaya dan cara menghormati alam. Namun bagi Permadi, konsultasi calon ke dukun sudah dianggap lumrah. Meski begitu, kepercayaan dan konsultasi kepada dukun untuk menaikkan tingkat elektabilitas adalah pilihan masing-masing. Dia menjelaskan kadang ada orang-orang tertentu sengaja sok tidak percaya dengan perilaku itu. "Kadang kita munafik dengan perilaku itu dan pura-pura tidak tahu," ujar Permadi.
Dia menekankan hampir semua pemimpin
Indonesia percaya dengan orang-orang pintar bisa membantu mereka. Dia
mencontohkan mendiang Presiden Soekarno dan Soeharto terkenal kuat bertapa atau
menyendiri di tempat sunyi, kemudian bertemu orang-orang di pelbagai pelosok
negeri memiliki kesaktian.
Presiden Gus Dur selalu mengutip
memiliki guru spiritual tidak pernah disebut namanya saat menjabat atau paling
banter menyebut para kiai langitan. Bahkan, menurut Permadi, Presiden Habibie
dikenal begitu rasional juga sama. "Apa berani Habibie membangun gedung
tanpa kepala kerbau?" tutur Permadi.
Konsultasi ke dukun untuk menang pemilu, menurut pengamat politik
Ray Rangkuti, adalah perilaku menggelikan. Bagi Ray, fasilitas ilmu pengetahuan
untuk mengukur tingkat keterpilihan di masyarakat bisa menggunakan survei atau
yang lainnya. "Mungkin orang masih percaya dukun untuk menang pemilu
karena pengalaman masa lalunya dan kurang percaya diri," kata Ray saat dihubungi
secara terpisah Jumat pekan lalu.
Ray menyayangkan masih ada politisi masih mempercayai dukun untuk mengambil hati rakyat dan memenangkan pemilu. Dia menyarankan sebaiknya mereka menggaet pemilih dengan visi dan misi bagus. "Kalau masih ada yang menggunakan dukun, kita tidak perlu pakai demokrasi."
Ray menyayangkan masih ada politisi masih mempercayai dukun untuk mengambil hati rakyat dan memenangkan pemilu. Dia menyarankan sebaiknya mereka menggaet pemilih dengan visi dan misi bagus. "Kalau masih ada yang menggunakan dukun, kita tidak perlu pakai demokrasi."
Praktik Perdukunan jaman sekarang
Kemajuan peradaban manusia, seringkali diukur dengan
kemajuan teknologi dan
semakin lepasnya masyarakat dari praktik-praktik berbau tahayul. Namun
begitu, di zaman sekarang ini praktik perdukunan justru marak bak cendawan di
musim penghujan.
Penting diketahui, sebenarnya praktik perdukunan bukanlah khas masyarakat tribal (kesukuan) dan tradisional yang melambangkan keterbelakangan. Bangsa maju dan modern di Eropa dan Amerika yang mengagungkan rasionalitas juga punya sejarah perdukunan, berwujud santet (witchcraft).
Penting diketahui, sebenarnya praktik perdukunan bukanlah khas masyarakat tribal (kesukuan) dan tradisional yang melambangkan keterbelakangan. Bangsa maju dan modern di Eropa dan Amerika yang mengagungkan rasionalitas juga punya sejarah perdukunan, berwujud santet (witchcraft).
Di Indonesia, praktik perdukunan memiliki akar kuat dalam
sejarah bangsa, bahkan dukun dan politik merupakan gejala sosial yang lazim.
Kontestasi politik untuk merebut kekuasaan pada zaman kerajaan di Indonesia
pramodern selalu ditopang kekuatan magis.
Semuanya ini memberikan gambaran yang nyata, bahwa perdukunan memang sudah dikenal lama oleh masyarakat kita. Dan ilmu ini pun turun-menurun saling diwarisi oleh anak-anak bangsa, hingga saat ini para dukun masih mendapatkan tempat bukan saja di sisi masyarakat tradisional, tetapi juga di tengah lingkungan modern.
alhasil kini mereka yang pergi ke dukun kemudian percaya pada kekuatan magis dan menjalankan praktik perdukunan tak mengenal status sosial: kelas bawah, menengah bahkan atas. Sensasi para dukun itu mampu melampaui semua tingkat pendidikan. Banyak di antara mereka yang datang ke dukun merupakan representasi orang-orang terpelajar yang berpikiran rasional.
Semuanya ini memberikan gambaran yang nyata, bahwa perdukunan memang sudah dikenal lama oleh masyarakat kita. Dan ilmu ini pun turun-menurun saling diwarisi oleh anak-anak bangsa, hingga saat ini para dukun masih mendapatkan tempat bukan saja di sisi masyarakat tradisional, tetapi juga di tengah lingkungan modern.
alhasil kini mereka yang pergi ke dukun kemudian percaya pada kekuatan magis dan menjalankan praktik perdukunan tak mengenal status sosial: kelas bawah, menengah bahkan atas. Sensasi para dukun itu mampu melampaui semua tingkat pendidikan. Banyak di antara mereka yang datang ke dukun merupakan representasi orang-orang terpelajar yang berpikiran rasional.
Sebenarnya, dukun atau paranormal tidak ada bedanya,
karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengemukakan, bahwa paranormal adalah nama
lain dari dukun dan ahli nujum (Fathul Majid, hal. 338). Maka, dukun atau
paranormal adalah dua nama yang saling terkait, kadang salah satunya menjadi
penanda bagi yang lainnya.
Belakangan, di tanah air kita, fenomena perdukunan dan ramalan semakin menggeliat seiring dengan suasana yang kondusif bagi para pelakunya untuk tampil berani tanpa ada beban. Berapa banyak iklan-iklan yang menawarkan jasa meramal cukup via SMS, yang dalam istilah mereka bermakna Supranatural Messages Service. Atau juga, praktik pengobatan alternatif yang sudah menjadi suguhan iklan harian di koran-koran dan tabloid.
Belakangan, di tanah air kita, fenomena perdukunan dan ramalan semakin menggeliat seiring dengan suasana yang kondusif bagi para pelakunya untuk tampil berani tanpa ada beban. Berapa banyak iklan-iklan yang menawarkan jasa meramal cukup via SMS, yang dalam istilah mereka bermakna Supranatural Messages Service. Atau juga, praktik pengobatan alternatif yang sudah menjadi suguhan iklan harian di koran-koran dan tabloid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar