Jumat, 19 Desember 2014

TEORI-TEORI ETIKA TELEOLOGI



 Pengertian Etika
Etika berasal dari kata Yunani ‘Ethos’ (jamak – ta etha), berarti adat istiadat. Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat. Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tatacara hidup yg baik, aturan hidup yang baik dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain.
Moralitas berasal dari kata Latin Mos (jamak – Mores) berarti adat istiadat atau kebiasaan.
Pengertian harfiah dari etika dan moralitas, sama-sama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang ajek dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagaimana laiknya sebuah kebiasaan.
Etika sebagai filsafat moral tidak langsung memberi perintah konkret sebagai pegangan siap pakai.
Etika dapat dirumuskan sebagai refleksi kritis dan rasional mengenai :
1.      Nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia
2.      Masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai dan norma moral yang umum diterima
Etika sebagai sebuah ilmu yang terutama menitikberatkan refleksi kritis dan rasional,
·         Mempersoalkan apakah nilai dan norma moral tertentu memang harus dilaksanakan dalam situasi konkret terutama yang dihadapi seseorang, atau
·         Etika mempersoalkan apakah suatu tindakan yang kelihatan bertentangan dengan nilai dan norma moral tertentu harus dianggap sebagai tindakan yang tidak etis dan karena itu dikutuk atau justru sebaliknya
·         Apakah dalam situasi konkret yang saya hadapi saya memang harus bertindak sesuai dengan norma yang ada dalam masyarakatku ataukah justru sebaliknya saya dapat dibenarkan untuk bertindak sebaliknya yang bahkan melawan nilai dan norma moral tertentu.
Etika sebagai Ilmu menuntut orang untuk berperilaku moral secara kritis dan rasional. Dengan menggunakan bahasa Nietzcshe, etika sebagai ilmu menghimbau orang untuk memiliki moralitas tuan dan bukan moralitas hamba. Dalam bahasa Kant, etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan secara heteronom. Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas tetapi dapat dipertanggungjawabkan.
Tiga Norma Umum
Norma memberi pedoman tentang bagaimana kita harus hidup dan bertindak secara baik dan tepat, sekaligus menjadi dasar bagi penilaian mengenai baik buruknya perilaku dan tindakan kita.
Macam Norma :
a.       Norma Khusus
aturan yang berlaku dalam bidang kegiatan atau kehidupan khusus, misalnya aturan olah raga, aturan pendidikan dan lain-lain.

b.      Norma Umum
lebih bersifat umum dan sampai pada tingkat tertentu boleh dikatakan bersifat universal.
1.      Norma Sopan santun
Etiket hanya menyangkut perilaku lahiriah yang menyangkut sopan santun atau tata krama
2.      Norma Hukum
Norma yang dituntut keberlakuannya secara tegas oleh masyarakat karena dianggap perlu dan niscaya demi keselamatan dan kesejahteraan manusia dalam kehidupan bermasyarakat.
3.      Norma Moral
Aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia. Norma moral ini menyangkut aturan tentang baik buruknya, adil tidaknya tindakan dan perilaku manusia sejauh ia dilihat sebagai manusia.
Ada beberapa ciri utama yang membedakan norma moral dari norma umum lainnya ( kendati dalam kaitan dengan norma hukum ciri-ciri ini bisa tumpang tindih) :
1.      Kaidah moral berkaitan dengan hal-hal yang mempunyai atau yang dianggap mempunyai konsekuensi yang serius bagi kesejahteraan, kebaikan dan kehidupan manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok.
2.      Norma moral tidak ditetapkan dan/atau diubah oleh keputusan penguasa tertentu. Norma moral dan juga norma hukum merupakan ekspresi, cermin dan harapan masyarakat mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Berbeda dengan norma hukum, norma moral tidak dikodifikasikan, tidak ditetapkan atau diubah oleh pemerintah. Ia lebih merupakan hukum tak tertulis dalam hati setiap anggota masyarakat, yang karena itu mengikat semua anggota dari dalam dirinya sendiri.
3.      Norma moral selalu menyangkut sebuah perasaan khusus tertentu, yang oleh beberapa filsuf moral disebut sebagai perasaan moral (moral sense).
Etika teleologi
Etika teleologi yaitu etika yang mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibatnya yang ditimbulkan atas tindakan yang dilakukan. Suatu tindakan dinilai baik, jika bertujuan mencapai sesuatu yang baik,atau akibat yang ditimbulkannya baik dan bermanfaat. Misalnya : mencuri sebagai etika teleology tidak dinilai baik atau buruk. berdasarkan tindakan itu sendiri, melainkan oleh tujuan dan akibat dari tindakan itu. Jika tujuannya baik, maka tindakan itu dinilai baik.
Teleologi berasal dari akar kata Yunani telos, yang berarti akhir, tujuan, maksud, dan logos, perkataan. Teleologi adalah ajaran yang menerangkan segala sesuatu dan segala kejadian menuju pada tujuan tertentu. Istilah teleologi dikemukakan oleh Christian Wolff, seorang filsuf Jerman abad ke-18. Teleologi merupakan sebuah studi tentang gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan, rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam suatu proses perkembangan. Dalam arti umum, teleologi merupakan sebuah studi filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam maupun dalam sejarah. Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran filosofis-religius tentang eksistensi tujuan dan “kebijaksanaan” objektif di luar manusia.
Dalam dunia etika, teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya  suatu tindakan dilakukan , Teleologi mengerti benar mana yang benar, dan mana yang salah, tetapi itu bukan ukuran yang terakhir.Yang lebih penting adalah tujuan dan akibat.Betapapun salahnya sebuah tindakan menurut hukum, tetapi jika itu bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu dinilai baik.Ajaran teleologis dapat menimbulkan bahaya menghalalkan segala cara. Dengan demikian tujuan yang baik harus diikuti dengan tindakan yang benar menurut hukum.Perbincangan “baik” dan “jahat” harus diimbangi dengan “benar” dan “salah”. Lebih mendalam lagi, ajaran teleologis ini dapat menciptakan hedonisme, ketika “yang baik” itu dipersempit menjadi “yang baik bagi diri sendiri.
  • Egoisme Etis
Contoh seorang anak mencuri untuk membiayai berobat ibunya yang sedang sakit, tindakan ini baik untuk moral kemanusian tetapi dari aspek hukum jelas tindakan ini melanggar hukum. Sehingga etika teologi lebih bersifat situasional, karena tujuan dan akibatnya suatu tindakan bisa sangat bergantung pada situasi khusus tertentu. Karena itu setiap norma dan kewajiban moral tidak bisa berlaku begitu saja dalam situasi sebagaimana dimaksudkan.
Filosofinya:
  • Egoisme
Perilaku yang dapat diterima tergantung pada konsekuensinya. Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya.Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadihedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar. Memaksimalkan kepentingan kita terkait erat dengan akibat yang kita terima.

  • Utilitarianism
Semakin tinggi kegunaannya maka semakin tinggi nilainya. Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness of the greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar.
Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Contoh : kewajiban untuk menepati janji

Sumber:





CONTOH-CONTOH KASUS ETIKA TELEOLOGI



Teleologi berasal dari bahas kata Yunani telos (τέλος), yang berarti akhir, tujuan, maksud, dan logos (λόγος), perkataan. Teleologi adalah ajaran yang menerangkan segala sesuatu dan segala kejadian menuju pada tujuan tertentu.
 Etika teleologi mengukur baik dan buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dengan tindakan itu atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Artinya, teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya suatu tindakan yang dilakukan.
 Teleologi mengerti benar mana yang benar, dan mana yang salah, tetapi itu bukan ukuran yang terakhir. Yang lebih penting adalah tujuan dan akibat. Walaupun sebuah tindakan dinilai salah menurut hukum, tetapi jika itu bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu dinilai baik. Namun dengan demikian, tujuan yang baik tetap harus diikuti dengan tindakan yang benar menurut hukum.
Menurut Kant, setiap norma dan dan kewajiban moral tidak bisa berlaku begitu saja dalam setiap situasi. Jadi, sejalan dengan pendapat Kant, etika teleologi lebih bersifat situasional karena tujuan dan akibat suatu tindakan bisa sangat tergantung pada situasi khusus tertentu.
Contoh dari etika teleology : Setiap agama mempunyai tuhan dan kepercayaan yang berbeda beda dan karena itu aturan yg ada di setiap agama pun perbeda beda.
Dua aliran etika teleologi :
1.      Egoisme Etis
2.      Utilitarianisme
3.      Egoisme Etis
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Seseorang tidak mempunyai kewajiban moral selain untuk menjalankan apa yang paling baik bagi kita sendiri. Jadi, menurut egoisme etis, seseorang tidak mempunyai kewajiban alami terhadap orang lain. Meski mementingkan diri sendiri, bukan berarti egoisme etis menafikan tindakan menolong. Mereka yang egoisme etis tetap saja menolong orang lain, asal kepentingan diri itu bertautan dengan kepentingan orang lain. Atau menolong yang lain merupakan tindakan efektif untuk menciptrakan keuntungan bagi diri sendiri. Menolong di sini adalah tindakan berpengharapan, bukan tindakan yang ikhlas tanpa berharap pamrih tertentu.

Contoh kasus dari etika teleologi :
Contoh:1
Seorang anak mencuri untuk membeli obat ibunya yang sedang sakit. Tindakan ini baik untuk moral dan kemanusiaan tetapi dari aspek hukum tindakan ini melanggar hukum sehingga etika teleologi lebih bersifat situasional, karena tujuan dan akibatnya suatu tindakan bisa sangat bergantung pada situasi khusus tertentu.
Contoh:2
Febri merupakan seorang yang berasal dari golongan sangat mampu. Febri mempunyai teman bernama Asep. Asep seorang anak pertama dan berasal dari keluarga tidak mampu, pekerjaan orang tuanya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan perut. Belum lagi saudara Asep banyak berjumlah 8 saudara. Walaupun begitu Asep mempunyai cita-cita tinggi yaitu ingin melanjutkan kuliah di perguruan tinggi ternama di luar negeri. Tetapi sayang, cita-citanya mesti terhalang oleh tingginya biaya yang mesti dikeluarkan. Febri tau hal ini dan ingin memberikan bantuan pada Asep. Tetapi Febri sadar keinginan tersebut terhalang oleh orang tuanya yang tidak bersedia meminjamkan karena keluarganya walaupun sangat mampu tapi sangat pelit. Alhasil, Febri berbohong pada orang tuanya dengan alasan yang Febri buat. Akhirnya Febri diberikan uang. Lalu ia memberi uang tersebut kepada Asep. Asep sangat berterimakasih karena berkat bantuan yang diberikan cita-cita Asep dapat tercapai. Berbohong merupakan perbuatan yang buruk. Tetapi, akibatnya adalah kebaikan, kenapa dikatakan sebagai kebaikan karena berbohong untuk membantu orang yang tidak mampu.
Sumber:

Minggu, 26 Oktober 2014

ARTIKEL TENTANG EKONOMI BISNIS

Songsong AEC 2015: Industri Asuransi Berbenah Diri
Bisnis Indonesia, 18 Oktober 2013. Insurance day diperingati setiap tanggal 18 Oktober. Jelang dua tahun ke depan, isu yang strategis adalah kesiapan industri asuransi menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) yang dimulai pada 31 Desember 2015.
Pertanyaan yang sering mucul adalah apakah perusahaan asuransi nasional bakal menjadi pemain aktif atau Indonesia hanya akan menjadi pasar menggiurkan bagi asing. Di dalam ajang Bisnis Indonesia Insurance Award 2013 bulan ini, wakil dari industri asuransi jiwa menyatakan kurang siap menghadapi MEA 2015. Sudah terbayang bakal banyak perusahaan asuransi asing yang berbondong-bondong buka lapak di Indonesia.
Sebenarnya MEA 2015 tidak didesain menakutkan. Diharapkan akan membawa negara-negara ASEAN menjadi kawasan yang makmur dan kompetitif dengan perkembangan ekonomi yang merata, serta menurunnya tingkat kemiskinan dan perbedaan sosial-ekonomi di kawasan ASEAN (Deperindag, 2008)
Blueprint MEA telah ditandatangani pada 20 November 2007. Semua negara wajib melaksanakan komitmennya. ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan basis produksi dalam lima elemen yakni arus bebas barang, arus bebas jasa, arus bebas investasi, arus bebas modal, dan arus bebas tenaga kerja terampil.
Di sektor keuangan, yang diliberalisasi adalah sektor asuransi (lima subsektor), perbankan (lima subsektor), pasar modal (empat subsektor), dan jasa keuangan lainnya dua subsektor). Tidak semua diikuti Indonesia untuk diliberalisasi di tahun 2015.
Di subsektor di industri asuransi, pasar tunggal ada di subsektor asuransi jiwa, asuransi umum, reasuransi, broker/perantara, dan perusahaan penunjang asuransi. Untuk subsektor asuransi jiwa hanya diikuti oleh Indonesia dan Philipina. Sedangkan di subsektor asuransi umum, reasuransi, dan penunjang asuransi ada tujuh negara yakni Brunei, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, & Vietnam. Sementara itu di subsektor perantara asuransi diikuti enam negara karena Brunei tidak ikut (AEC Blueprint, 2007).
Sisi optimis
Pasar bebas berarti perusahaan asuransi ASEAN bebas hadir di Indonesia dan juga sebaliknya. Tak hanya ancaman, tetapi juga peluang. Bahwa Indonesia memiliki potensi asuransi yang besar dan bakal menjadi magnet bagi asing, itu tak dipungkiri. Tetapi bukankan itu sudah berlangsung lama?
Ada beberapa alasan untuk tak kuatir berlebihan menghadapi MEA 2015. Pertama, industri asuransi Indonesia sudah lama terliberalisasi. Tanpa MEA, asing sudah menguasai industri asuransi, khususnya di sektor asuransi jiwa.
Selama ini perusahaan asuransi asing masuk ke Indonesia nyaris tanpa halangan. Mereka kini bisa menguasai saham hampir 100% bila partner investor lokal tak menambah modal. Dalam sejarah industri asuransi Indonesia, modal asing tak selamanya mampu bertahan dalam kompetisi asuransi Indonesia. Beberapa perusahaan dengan mayoritas modal asing telah hengkang dari Indonesia.
Kedua, berpikir dengan logika peluang bahwa perusahaan asuransi Indonesia juga mestinya menjajal ekspansi ke negara ASEAN lainnya. Ini kesempatan untuk bermain di level regional. Industri asuransi nasional memang belum punya tradisi ekspansi ke luar negeri. Berbeda dengan beberapa negara, misalnya Singapura atau Malaysia. Potensi negara lain masih besar, khususnya yang penetrasi asuransi masih di bawah Indonesia seperti di Philipina, Vietnam, dan Myanmar.
Ketiga, pasar bebas tak berarti tanpa aturan. Regulator tiap negara memiliki kewenangan untuk mengatur industri. Ini tak bermaksud untuk memproteksi perusahaan lokal. Tetapi perlu regulasi agar perusahaan asuransi atau tenaga kerja asing yang masuk benar-benar mampu mengakselerasi perkembangan industri asuransi Indonesia.
Indonesia jangan menjadi tempat ‘membuang sampah’. Perlu ada regulasi tentang persyaratan perusahaan asuransi asing yang masuk. Misal dari sisi peringkat (rating), besarnya modal, kompetensi tenaga kerja asing, dan lainnya. Bila perlu, agar pendatang baru benar-benar memberi kontribusi optimal, maka disyaratkan program-program pengembangan untuk masyarakat Indonesia. Misalnya memiliki produk asuransi mikro, rasio pembukaan cabang di kota besar dan kota kecil, atau lainnya.
MEA memang berpotensi membawa ancaman. Khususnya bagi perusahaan yang belum siap. Tapi MEA tak dapat dihindari. Satu-satunya jalan adalah mempersiapkan diri dengan baik. Persiapan yang penting dan mendesak bagi perusahaan asuransi nasional antara lain peningkatan dari sisi kompetensi sumber daya manusia, permodalan, dan dukungan teknologi informasi. Masih ada dua tahun untuk mempersiapkan dengan baik.
Dari perspektif konsumen asuransi, MEA 2015 membawa harapan baru. Persaingan industri makin ketat, diharapkan berbanding lurus dengan pelayanan, khususnya pembayaran klaim. Perusahaan asuransi akan dipaksa berlomba memberikan pelayanan yang lebih baik dan menjaga sisi reputasi. Sepanjang persaingan dilakukan secara sehat dan pengawasan ketat oleh regulator, konsumen akan diuntungkan.

Pendapat Saya:
Menurut saya dalam menjelang MEA 2015 nanti Indonesia hendaknya lebih dituntut untuk meningkatkan kualitas SDM terutama dari segi pendidikan, kemampuan, pengalaman dan lain sebagainya. Guna untuk menyeimbangkan dengan pasar ASEAN yang jangkauan cukup luas dan sudah mencakup Internasional.
Dalam pasar bebas nanti khususnya untuk perusahaan asuransi ASEAN akan bebas hadir masuk di Indonesia dan begitu juga sebaliknya. Hal ini menurut saya tak hanya menjadi ancaman tetapi juga menjadi suatu keuntungan khususnya bagi Indonesia. Pasalnya dalam pasar bebas tersebut Indonesia khususnya pada perusahaan industri dapat menjajal ekspansi ke negara ASEAN lainnya hal itu merupakan kesempatan untuk bermain dalam level regional.
Dan hal ini tidak seharusnya ditakuti atau dikhawatirkan oleh bangsa Indonesia karena pasalnya, hingga saat ini sudah banyak perusahaan baik asuransi dan lainnya sudah Go Internasional dan jauh dari itu banyak sudah pangsa asing yang berminat untuk menanamkan modalnya pada perusahaan-perusahaan yang ada Indonesia dan berniat membuka perusahaan di Indonesia.
Tetapi dari itu MEA juga memiliki potensi membawa suatu ancaman. Khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang belum siap. Namun, MEA sudah ditetapkan oleh pemerintah akan berlaku pada tahun 2015 mendatang. Satu-satunya jalan adalah dengan mempersiapkan diri dengan baik. Persiapan yang penting dan mendesak bagi perusahaan asuransi nasional antara lain peningkatan dari sisi kompetensi sumber daya manusia, permodalan, dan dukungan teknologi informasi.

Persaingan industri yang semakin ketat, diharapkan berbanding lurus dengan pelayanan. Perusahaan asuransi akan dipaksa berlomba memberikan pelayanan yang lebih baik dan menjaga sisi reputasi perusahaan. Sepanjang persaingan dilakukan secara sehat dan pengawasan ketat oleh regulator, konsumen akan diuntungkan.


SUMBER ARTIKEL:

Sabtu, 25 Oktober 2014

Etika dan Bisnis

Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu ethos yg berarti : kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir.

Menurut Kamus Bahasa Indonesia (Poerwadarminta) etika adalah “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)” Menurut Drs. O.P. SIMORANGKIR  "etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik. " Menurut Magnis Suseno, "Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran.Yang memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah moralitas".
contoh-contoh etika dlm kehidupan sehari-hari,yaitu :
1. Jujur tidak berbohong
2. Bersikap Dewasa tidak kekanak-kanakan
3.  Lapang dada dalam berkomunikasi
4. Menggunakan panggilan / sebutan orang yang baik
5. Menggunakan pesan bahasa yang efektif dan efisien
6. Tidak mudah emosi / emosional
7. Berinisiatif sebagai pembuka dialog
8. Berbahasa yang baik, ramah dan sopan
9.  Menggunakan pakaian yang pantas sesuai keadaan
10 Bertingkah laku yang baik
Pengertian etika bisnis
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah:
1. Pengendalian diri
2. Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility)
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4. Menciptakan persaingan yang sehat
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
10 Menumbuh kembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
11.Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang berupa peraturan perundang-undangan 
Ada 3 jenis masalah yang dihadapi dalam Etika yaitu
 Sistematik
Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis beroperasi.
Korporasi
Permasalahan korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan individual sebagai keseluruhan.
Individu
Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.
Tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
 1. Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
2. Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain
3. Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
Dari berbagai pandangan tentang etika bisnis, beberapa indikator yang dapat dipakai untuk menyatakan apakah seseorang dan suatu perusahaan telah melaksanakan etika bisnis dalam kegiatan usahanya antara lain adalah:
Indikator ekonomi; indikator peraturan khusus yang berlaku; indikator hukum; indikator ajaran agama; indikator budaya dan indikator etik dari masing-masing pelaku bisnis.
1.  Indikator Etika bisnis menurut ekonomi adalah apabila perusahaan atau pebisnis telah melakukan pengelolaan sumber daya bisnis dan sumber daya alam secara efisien tanpa merugikan masyarakat lain.
2.      Indikator etika bisnis menurut peraturan khusus yang berlaku. Berdasarkan  indikator ini  seseorang pelaku bisnis dikatakan  beretika dalam bisnisnya apabila masing-masing pelaku bisnis mematuhi aturan-aturan khusus yang telah disepakati sebelumnya.
3.    Indikator etika bisnis menurut hukum. Berdasarkan indikator hokum seseorang atau suatu perusahaan dikatakan telah melaksanakan etika bisnis  apabila  seseorang pelaku  bisnis  atau  suatu perusahaan telah mematuhi   segala   norma  hukum   yang   berlaku   dalam   menjalankan kegiatan bisnisnya.
4.   Indikator  etika   berdasarkan   ajaran   agama.   Pelaku  bisnis   dianggap beretika  bilamana  dalam  pelaksanaan  bisnisnya  senantiasa  merujuk kepada nilai- nilai ajaran agama yang dianutnya.
5.    Indikator etika berdasarkan nilai budaya.  Setiap pelaku  bisnis baik secara individu maupun kelembagaan telah menyelenggarakan bisnisnya dengan mengakomodasi nilai-nilai budaya dan adat istiadat yang ada disekitar operasi suatu perusahaan, daerah dan suatu bangsa.
6.    Indikator etika bisnis menurut masing-masing individu adalah apabila masing-masing pelaku bisnis bertindak jujur dan tidak mengorbankan integritas pribadinya.
Prinsip Etika Dalam Berbisnis
Secara umum, prinsip-prinsip yang dipakai dalam bisnis tidak akan pernah lepas dari kehidupan keseharian kita. Namun prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis sesungguhnya adalah implementasi dari prinsip etika pada umumnya.
1.      Prinsip Otonomi
Orang bisnis yang otonom sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajibannya dalam dunia bisnis. la akan sadar dengan tidak begitu saja mengikuti saja norma dan nilai moral yang ada, namun juga melakukan sesuatu karena tahu dan sadar bahwa hal itu baik, karena semuanya sudah dipikirkan dan dipertimbangkan secara masak-masak. Dalam kaitan ini salah satu contohnya perusahaan memiliki kewajiban terhadap para pelanggan, diantaranya adalah:
a. Memberikan produk dan jasa dengan kualitas yang terbaik dan sesuai dengan tuntutan mereka;
b.  Memperlakukan pelanggan secara adil dalam semua transaksi, termasuk pelayanan yang tinggi dan memperbaiki ketidakpuasan mereka;
c. Membuat setiap usaha menjamin mengenai kesehatan dan keselamatan pelanggan, demikian juga kualitas Iingkungan mereka, akan dijaga kelangsungannya dan ditingkatkan terhadap produk  dan  jasa perusahaan;
d.   Perusahaan harus menghormati martabat manusia dalam menawarkan, memasarkan dan mengiklankan produk.
Untuk bertindak otonom, diandaikan ada kebebasan untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan keputusan yang menurutnya terbaik. karena kebebasan adalah unsur hakiki dari prinsip otonomi ini. Dalam etika, kebebasan adalah prasyarat utama untuk bertindak secara etis, walaupun kebebasan belum menjamin bahwa seseorang bertindak secara otonom dan etis. Unsur lainnya dari prinsip otonomi adalah tanggungjawab, karena selain sadar akan kewajibannya dan bebas dalam mengambil keputusan dan tindakan berdasarkan apa yang dianggap baik, otonom juga harus bisa mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya (di sinilah dimung-kinkan adanya pertimbangan moral). Kesediaan bertanggungjawab merupakan ciri khas dari makhluk bermoral, dan tanggungjawab disini adalah tanggung jawab pada diri kita sendiri dan juga tentunya pada stakeholder
2.      Prinsip Kejujuran
Bisnis tidak akan bertahan lama jika tidak ada kejujuran, karena kejujuran merupakan modal utama untuk memperoleh kepercayaan dari mitra bisnis-nya, baik berupa kepercayaan komersial, material, maupun moril. Kejujuran menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran. Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang berkaitan dengan kejujuran:
1.  Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Pelaku bisnis disini secara a priori saling percaya satu sama lain, bahwa masing-masing pihak jujur melaksanakan janjinya. Karena jika salah satu pihak melanggar, maka tidak mungkin lagi pihak yang dicuranginya mau bekerjasama lagi, dan pihak pengusaha lainnya akan tahu dan tentunya malas berbisnis dengan pihak yang bertindak curang tersebut.
2.     Kejujuran relevan dengan penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga yang baik. Kepercayaan konsumen adalah prinsip pokok dalam berbisnis. Karena jika ada konsumen yang merasa tertipu, tentunya hal tersebut akan rnenyebar yang menyebabkan konsumen tersebut beralih ke produk lain
3.     Kejujuran relevan dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan yaitu   antara   pemberi    kerja   dan   pekerja, dan berkait dengan kepercayaan. Perusahaan akan hancur jika kejujuran karyawan ataupun atasannya tidak terjaga.

3.       Prinsip Keadilan
Prinsip ini menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Keadilan berarti tidak ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya. Salah satu teori mengenai keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles adalah:
1.      Keadilan legal. Ini menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat  dengan negara. Semua  pihak dijamin untuk mendapat perlakuan yangsama sesuai dengan hukum yang berlaku. Secara khusus dalam bidang bisnis, keadilan legal menuntut agar  Negara bersikap netral dalam memperlakukan semua pelaku ekonomi, negara menjamin kegiatan bisnis yang sehat dan baik dengan mengeluarkan aturan dan hukum bisnis yang berlaku secara sama bagi semua pelaku bisnis.
2.    Keadilan komunitatif. Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu dan yang lain. Keadilan ini menyangkut hubungan vertikal antara negara dan warga negara, dan hubungan horizontal antar warga negara. Dalam bisnis keadilan ini berlaku sebagai kejadian tukar, yaitu menyangkut pertukaran yang fair antara pihak-pihak yang terlibat.
3.   Keadilan distributif. Atau disebut juga keadilan ekonomi, yaitu distribusi ekonomi yang merata atau dianggap adil bagi semua warga negara. Dalam dunia bisnis keadilan ini   berkaitan dengan prinsip perlakuan yang sama sesuai dengan aturan dan ketentuan   dalam perusahaan yang juga adil dan baik.
4.      Prinsip Saling Menguntungkan
Prinsip ini menuntut agar semua pihak berusaha untuk saling mengun­tungkan satu sama lain. Dalam dunia bisnis, prinsip ini menuntut persaingan bisnis haruslah bisa melahirkan suatu win-win situation.
5.      Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini menyarankan dalam berbisnis selayaknya dijalankan dengan tetap menjaga nama baiknya dan nama baik perusahaan.
Dari kelima prinsip yang tentulah dipaparkan di atas, menurut Adam Smith, prinsip keadilanlah yang merupakan prinsip yang paling penting dalam berbisnis. Prinsip ini menjadi dasardan jiwa dari semua aturan bisnis, walaupun prinsip lainnya juga tidak akan terabaikan. Karena menurut Adam Smith, dalam prinsip keadilan khususnya keadilan komutatif berupa no harm, bahwa sampai tingkat tertentu, prinsip ini telah mengandung semua prinsip etika bisnis lainnya. Karena orang yang jujur tidak akan merugikan orang lain, orang yang mau saling menguntungkan dengan pibak Iain, dan bertanggungjawab untuk tidak merugikan orang lain tanpa alasan yang diterima dan masuk akal.
Hal-hal Yang Harus Diketahui Dalam Menciptakan Etika Bisnis
1. Menuangkan ke dalam Hukum Positif
Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah.
2. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
Kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi dan jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
3. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
4. Memelihara Kesepakatan
Memelihara kesepakatan atau menumbuhkembangkan Kesadaran dan rasa Memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis.
5. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
Kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi dan jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.

Sumber: